Saturday, October 17, 2015

Ringkasan Khotbah - 11 Oktober 2015

Dicobai HANYA tidak berbuat dosa
Markus 10:17-31; Ayub 23:1-17; Mazmur 22:2-16; Ibrani 4:12-16

Potongan Surat Ibrani yang dipergunakan sebagai tema sesungguhnya berbicara dua hal. Tentang dahsyatnya karya Firman dan tentang karya Kristus.
Firman yang dibicarakan oleh penulis Surat Ibrani bukanlah kitab suci yang kita kenal. Bukan Alkitab. Bukan pula kitab suci orang Yahudi, orang Ibrani. Kalau bagi orang-orang Kristen Firman Tuhan adalah Alkitab, maka bagi orang Ibrani berbagai tradisi lisan dan pengajaran lainnya juga dipercayai sebagai Firman Tuhan di samping kitab suci.  Namun lagi-lagi penulis surat kepada orang Ibrani ini ternyata melampaui apa yang kita orang Kristen masa kini, dan orang Ibrani di masa lalu percayai.
Baik orang Kristen di masa ini, dan juga orang Ibrani di masa lampau mengira bahwa sebagai manusia terpelajar, kita dapat mengerti Firman Tuhan. Dan karena kita mengerti maka kita dapat mengatur, menguasai Firman tersebut. Sama seperti ketika manusia mempelajari segala hal di bumi ini. Kita mengerti bagaimana tanaman sumber makanan kita tumbuh, maka kita dapat mengatur bagaimana, kapan, dan di mana tanaman tersebut harus tumbuh, untuk dapat melayani kebutuhan kita. Sebagai orang beragama, dan terutama orang terpelajar, manusia memiliki kemampuan dan rasa percaya diri, bahwa kita bisa melakukan apa saja, termasuk menguasai Firman. Orang kaya yang menjumpai Yesus, dan para sahabat Ayub telah memperlihatkan kemahiran mereka menguasai Firman yang mereka kenal. Para sahabat Ayub dengan percaya diri menyatakan pendapat mereka bahwa Ayub telah berdosa, sebab mana mungkin orang benar menderita. Orang kaya ingin tahu apakah setelah ia melakukan (artinya menguasai) semua yang diajarkan oleh kitab suci, jangan-jangan masih ada hal yang tersembunyi dari kitab suci yang belum terlihat dan dipelajari olehnya.
Terhadap teman-temannya Ayub memberontak dan meminta keadilan Tuhan, karena Ayub yakin betul ia telah melakukan, bahkan melakukan lebih jauh, lebih banyak daripada yang dapat dibaca, dipahami, dan dikuasainya dari kitab suci. Terhadap orang kaya, Yesus setelah memuji dan mengasihinya, meminta orang kaya ini melepaskan diri dari sebuah bukti kebaikan Tuhan. Kekayaan, kesehatan, segala yang menyangkut kualitas hidup yang baik, sesuatu yang dibuang dari kehidupan Ayub, dan yang diminta juga oleh Yesus dibuang dari kehidupan orang kaya, adalah upah dari orang-orang saleh yang setiap pada perintah kitab suci. Ayub si kaya yang menjadi Ayub si miskin dan menderita telah membuktikan tak ada seorangpun yang percaya bahwa ia masih orang yang setia pada kitab suci. Orang kaya yang menjumpai Yesus merasa perintah Yesus lebih seperti sebuah hukuman, dan bukan dorongan untuk berbuat lebih baik lagi. Sebab bila ia jatuh miskin, apa yang akan dikatakan orang tentang segala kebaikan, dan ketaatan pada kitab suci yang telah dilakukannya selama ini.
Firman yang dibicarakan oleh dua ayat ini. Melampaui pengertian sederhana orang banyak tentang firman adalah kitab suci, dan kitab suci adalah firman. Berbeda dengan firman dalam pengertian sederhana, baik pengajaran Yesus, kisah Ayub, maupun surat kepada orang Ibrani ini, mengingatkan betapa sia-sianya usaha manusia menganggap diri dapat menyelami isi hati dan kehendak Tuhan. Ketika manusia merasa kita sudah hampir lulus dalam mempelajari apa maunya Tuhan, ternyata kita belum tahu dan mengerti apa-apa tentang maunya Tuhan. Kita mendengar ungkapan kekesalan dan protes Ayub. Kita juga bisa membayangkan orang kaya itu meninggalkan Yesus sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dan menarik napas sangat berat, dan bahunya yang tadinya tegap perlahan terlihat seperti menahan beban yang berat, mulai seperti melengkung.
Firman tidak pernah berhasil kita kuasai. Sebaliknya Firman adalah suara dari Allah yang hidup. Tak ada apapun dan siapapun yang bisa menguasai, mengatur, membungkam Allah yang mau berbicara apa saja, sesuka-Nya. Firman tak mampu kita tampung sepenuhnya dalam pikiran dan hati manusiawi kita yang terbatas ini. Sebaliknya Firman mampu menerobos dan membongkar semua rahasia manusia yang paling tersembunyi. Paling maksimal, dan dengan sangat bersungguh-sungguh dapat kita lakukan adalah belajar terus untuk menerima Firman mengajar kita mengenali lebih baik diri kita. Ayub belajar untuk lebih kenal dirinya melalui debat panjang dengan kawan-kawannya dan dengan Tuhan. Orang kaya yang meninggalkan Yesus, kehilangan dirinya karena tidak sanggup menerima tantangan Firman yang diucapkan Yesus untuk mau mengenali diri lebih baik.
Bagian kedua dari surat kepada orang Ibrani. Berbicara tentang Kristus dan karyanya. Setelah dua ayat sebelumnya para pembaca telah disadarkan akan kelemahan dan keterbatasan dirinya, sebagai hasil dari pekerjaan Firman yang dahsyat tersebut, maka sekarang marilah berjumpa dengan Yesus sang perantara agung kita, sang imam tertinggi, imam terbesar.

Sebagai orang Protestan memang kita tidak terbiasa dengan upacara pengurbanan yang dipimpin oleh seorang imam. Apalagi oleh seorang imam agung, high priest. Dalam upacara pengurbanan seorang imam adalah pemeran utama, kalau bukan pemeran tunggal dalam drama keagamaan. Semua mata tertuju kepada sang imam. Lebih spesifik lagi kepada gerak-gerik yang terjadi pada pentas drama keagamaan ini. Umat yang hadir umumnya hafal dengan urut-urutan gerak-gerik, dan mungkin juga dengan perkataan yang akan diucapkan oleh sang imam. Namun belum tentu umat sepenuhnya mengerti setiap detail atau rincian yang sedang berlangsung itu. Menghafal dan mengerti adalah dua hal yang berbeda.
Orang bisa hafal seluruh cerita tentang Yesus menurut Injil-injil, tetapi belum tentu orang mengerti hal-hal yang Yesus lakukan. Orang bisa hafal banyak sekali ucapan Yesus dan berbagai ayat Alkitab lainnya, namun tidak ada jaminan ayat-ayat hafalan tersebut terwujud dalam kehidupan.
Yesus yang menjadi imam besar ini telah membuktikan diriNya sebagai orang yang telah teruji sebagai manusia. Selama hidupNya hingga kematianNya Ia telah mengalami segala suka dan duka, harap dan kecewa, gembira dan sedih, tawa dan takut, segala hal yang manusiawi. Di dalam semuanya itu ia tidak berbuat dosa.
Tidak pernah ada imam, iman agung sekalipun, dulu hingga kapanpun, yang seperti Yesus. Tak pernah, dan tak akan pernah ada, seorang imam besar yang dapat seperti Yesus yang tanpa dosa. Oleh karena itu semua imam yang pernah ada hanya mampu mendoakan kita sambil juga mendoakan dirinya, semoga menerima ampunan dan berkat.
Namun dengan Yesus sebagai Iman Agung, kita diundang untuk menerima berkat keselamatan yang pasti. Bukan lagi semoga menerima ampunan dan berkat, melainkan dapat menerima ampunan dan berkat.
Dari semoga menjadi dapat, adalah sebuah lompatan besar. Lompatan besar karena karya Kristus. Semoga adalah keinginan kita, usaha kita, bisa berhasil bisa juga gagal. Sedangkan dapat, adalah suatu kepastian yang telah tersedia bagi kita yang percaya dan mau menerima.
Marilah kita datang menghadap dan menerima ampunan dan berkat Tuhan, yang tahu dan dapat menerima kelemahan dan kerendahan kita. Marilah kita datang bukan dengan pengakuan dosa dan kesediaan untuk selalu belajar semakin terbuka pada Firman yang memperkenalkan kita lebih baik tentang siapa diri kita.
AMIN.

 (Diambil dari kotbah Pdt. Yusak Soleiman-STTJ, Minggu 11 Oktober 2015)

No comments:

Followers

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda


Kami Kerjalayan Kesehatan Anda

Kami Kerjalayan Kesehatan Anda