Dicobai HANYA tidak berbuat dosa
Markus 10:17-31; Ayub 23:1-17; Mazmur 22:2-16; Ibrani 4:12-16
Potongan
Surat Ibrani yang
dipergunakan sebagai tema sesungguhnya berbicara dua hal. Tentang dahsyatnya
karya Firman dan tentang karya Kristus.
Firman
yang dibicarakan oleh penulis Surat Ibrani
bukanlah kitab suci yang kita kenal.
Bukan Alkitab. Bukan pula kitab suci orang Yahudi, orang Ibrani. Kalau bagi
orang-orang Kristen Firman Tuhan adalah Alkitab, maka bagi orang Ibrani
berbagai tradisi lisan dan pengajaran lainnya juga dipercayai sebagai Firman Tuhan di samping
kitab suci. Namun lagi-lagi penulis
surat kepada orang Ibrani ini ternyata melampaui apa yang kita orang Kristen
masa kini, dan orang Ibrani di masa lalu percayai.
Baik
orang Kristen di masa ini, dan juga orang Ibrani di masa lampau mengira bahwa
sebagai manusia terpelajar, kita dapat mengerti Firman Tuhan. Dan karena kita
mengerti maka kita dapat mengatur, menguasai Firman tersebut. Sama seperti
ketika manusia mempelajari segala hal di bumi ini. Kita mengerti bagaimana
tanaman sumber makanan kita tumbuh, maka kita dapat mengatur bagaimana, kapan,
dan di mana tanaman tersebut harus tumbuh, untuk dapat melayani kebutuhan kita.
Sebagai orang beragama, dan terutama orang terpelajar, manusia memiliki
kemampuan dan rasa percaya diri, bahwa kita bisa melakukan apa saja, termasuk
menguasai Firman. Orang kaya yang menjumpai Yesus, dan para sahabat Ayub telah
memperlihatkan kemahiran mereka menguasai Firman yang mereka kenal. Para
sahabat Ayub dengan percaya diri menyatakan pendapat mereka bahwa Ayub telah
berdosa, sebab mana mungkin orang benar menderita. Orang kaya ingin tahu apakah
setelah ia melakukan (artinya menguasai) semua yang diajarkan oleh kitab suci,
jangan-jangan masih ada hal yang tersembunyi dari kitab suci yang belum
terlihat dan dipelajari olehnya.
Terhadap
teman-temannya Ayub memberontak dan meminta keadilan Tuhan, karena Ayub yakin
betul ia telah melakukan, bahkan melakukan lebih jauh, lebih banyak daripada
yang dapat dibaca, dipahami, dan dikuasainya dari kitab suci. Terhadap orang
kaya, Yesus setelah memuji dan mengasihinya, meminta orang kaya ini melepaskan
diri dari sebuah bukti kebaikan Tuhan. Kekayaan, kesehatan, segala yang
menyangkut kualitas hidup yang baik, sesuatu yang dibuang dari kehidupan Ayub,
dan yang diminta juga oleh Yesus dibuang dari kehidupan orang kaya, adalah upah
dari orang-orang saleh yang setiap pada perintah kitab suci. Ayub si kaya yang
menjadi Ayub si miskin dan menderita telah membuktikan tak ada seorangpun yang
percaya bahwa ia masih orang yang setia pada kitab suci. Orang kaya yang
menjumpai Yesus merasa perintah Yesus lebih seperti sebuah hukuman, dan bukan
dorongan untuk berbuat lebih baik lagi. Sebab bila ia jatuh miskin, apa yang
akan dikatakan orang tentang segala kebaikan, dan ketaatan pada kitab suci yang
telah dilakukannya selama ini.
Firman
yang dibicarakan oleh dua ayat ini. Melampaui pengertian sederhana orang banyak
tentang firman adalah kitab suci, dan kitab suci adalah firman. Berbeda dengan
firman dalam pengertian sederhana, baik pengajaran Yesus, kisah Ayub, maupun
surat kepada orang Ibrani ini, mengingatkan betapa sia-sianya usaha manusia
menganggap diri dapat menyelami isi hati dan kehendak Tuhan. Ketika manusia
merasa kita sudah hampir lulus dalam mempelajari apa maunya Tuhan, ternyata
kita belum tahu dan mengerti apa-apa tentang maunya Tuhan. Kita mendengar
ungkapan kekesalan dan protes Ayub. Kita juga bisa membayangkan orang kaya itu
meninggalkan Yesus sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dan menarik napas
sangat berat, dan bahunya yang tadinya tegap perlahan terlihat seperti menahan
beban yang berat, mulai seperti melengkung.
Firman
tidak pernah berhasil kita kuasai. Sebaliknya Firman adalah suara dari Allah
yang hidup. Tak ada apapun dan siapapun yang bisa menguasai, mengatur,
membungkam Allah yang mau berbicara apa saja, sesuka-Nya. Firman tak mampu kita
tampung sepenuhnya dalam pikiran dan hati manusiawi kita yang terbatas ini.
Sebaliknya Firman mampu menerobos dan membongkar semua rahasia manusia yang
paling tersembunyi. Paling maksimal, dan dengan sangat bersungguh-sungguh dapat
kita lakukan adalah belajar terus untuk menerima Firman mengajar kita mengenali
lebih baik diri kita. Ayub belajar untuk lebih kenal dirinya melalui debat
panjang dengan kawan-kawannya dan dengan Tuhan. Orang kaya yang meninggalkan
Yesus, kehilangan dirinya karena tidak sanggup menerima tantangan Firman yang
diucapkan Yesus untuk mau mengenali diri lebih baik.
Bagian
kedua dari surat kepada orang Ibrani. Berbicara tentang Kristus dan karyanya.
Setelah dua ayat sebelumnya para pembaca telah disadarkan akan kelemahan dan
keterbatasan dirinya, sebagai hasil dari pekerjaan Firman yang dahsyat
tersebut, maka sekarang marilah berjumpa dengan Yesus sang perantara agung
kita, sang imam tertinggi, imam terbesar.
Sebagai
orang Protestan memang kita tidak terbiasa dengan upacara pengurbanan yang
dipimpin oleh seorang imam. Apalagi oleh seorang imam agung, high priest. Dalam upacara pengurbanan
seorang imam adalah pemeran utama, kalau bukan pemeran tunggal dalam drama
keagamaan. Semua mata tertuju kepada sang imam. Lebih spesifik lagi kepada
gerak-gerik yang terjadi pada pentas drama keagamaan ini. Umat yang hadir
umumnya hafal dengan urut-urutan gerak-gerik, dan mungkin juga dengan perkataan
yang akan diucapkan oleh sang imam. Namun belum tentu umat sepenuhnya mengerti
setiap detail atau rincian yang sedang berlangsung itu. Menghafal dan mengerti
adalah dua hal yang berbeda.
Orang
bisa hafal seluruh cerita tentang Yesus menurut Injil-injil, tetapi belum tentu
orang mengerti hal-hal yang Yesus lakukan. Orang bisa hafal banyak sekali
ucapan Yesus dan berbagai ayat Alkitab lainnya, namun tidak ada jaminan
ayat-ayat hafalan tersebut terwujud dalam kehidupan.
Yesus
yang menjadi imam besar ini telah membuktikan diriNya sebagai orang yang telah
teruji sebagai manusia. Selama hidupNya hingga kematianNya Ia telah mengalami
segala suka dan duka, harap dan kecewa, gembira dan sedih, tawa dan takut,
segala hal yang manusiawi. Di dalam semuanya itu ia tidak berbuat dosa.
Tidak
pernah ada imam, iman agung sekalipun, dulu hingga kapanpun, yang seperti
Yesus. Tak pernah, dan tak akan pernah ada, seorang imam besar yang dapat
seperti Yesus yang tanpa dosa. Oleh karena itu semua imam yang pernah ada hanya
mampu mendoakan kita sambil juga mendoakan dirinya, semoga menerima ampunan dan
berkat.
Namun
dengan Yesus sebagai Iman Agung, kita diundang untuk
menerima berkat keselamatan yang pasti. Bukan lagi semoga menerima ampunan dan berkat, melainkan dapat menerima ampunan dan berkat.
Dari semoga menjadi dapat, adalah sebuah lompatan
besar. Lompatan
besar karena karya Kristus. Semoga adalah keinginan kita,
usaha kita, bisa berhasil bisa juga gagal. Sedangkan dapat, adalah suatu kepastian yang telah tersedia bagi kita yang
percaya dan mau menerima.
Marilah
kita datang menghadap dan menerima ampunan dan berkat Tuhan, yang tahu dan
dapat menerima kelemahan dan kerendahan kita. Marilah kita datang bukan dengan
pengakuan dosa dan kesediaan untuk selalu belajar semakin terbuka pada Firman
yang memperkenalkan kita lebih baik tentang siapa diri kita.
AMIN.
(Diambil
dari kotbah Pdt. Yusak Soleiman-STTJ, Minggu 11 Oktober 2015)
No comments:
Post a Comment