Iman dan Laku Sederhana
Apakah saat ini
kita membutuhkan iman? Mungkin sebagian besar umat Kristiani akan menjawab:
“Ya, pasti. Apalagi saat ada dalam pergumulan”. Benar, namun tak bisa
dipungkiri dalam keseharian, ada sejumlah orang yang lebih mengandalkan uangnya
atau jabatannya, bukan iman. Contoh, ada beberapa orang Kristen yang menganggap
uang, jabatan, kepintaran menentukan jalan hidup seseorang. Semakin banyak uang
yang dimiliki seseorang, semakin mudah hidup yang dijalaninya. Sebaliknya
seseorang yang uangnya pas-pasan, jalan hidupnya pun pas-pasan; apalagi mereka
yang tidak punya uang, sudah pasti hidup mereka sengsara. Mereka yang menganut
prinsip ini pada akhirnya jatuh pada kesia-siaan, mereka sibuk mengumpulkan
uang namun selalu merasa kurang. Mereka sibuk mengejar prestasi dan jabatan
namun selalu merasa tidak tenang.
Murid-murid
Tuhan Yesus dalam Injil Lukas 17:5 pun mempunyai pemikiran yang persis sama
seperti mereka yang menganggap keberhasilan hidup ditentukan oleh besarnya uang
atau tingginya jabatan. Bagi murid-murid Tuhan Yesus semakin besar atau semakin
kuat iman seseorang, semakin mudah hidup yang mereka jalani. Jikalau mereka
memiliki iman yang besar, segala tantangan dan cobaan pasti bisa diatasi.
Bahkan dengan iman yang besar, mereka pasti bisa mengampuni siapa saja; mereka
pasti bisa mengalahkan kuasa-kuasa kegelapan dan menyembuhkan yang sakit
seperti yang Tuhan Yesus lakukan. Namun apakah anggapan para murid ini benar?
Ternyata tidak. Tuhan Yesus justru mengatakan: “Jikalau kamu memiliki iman
sebesar biji sesawi saja, kamu dapat mengatakan kepada pohon ara ini,
terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”
Memindahkan pohon itu hal biasa, tetapi memindahkan pohon dan menanamnya di
dalam laut, itu mustahil. Namun yang mustahil ini bisa terjadi kalau
murid-murid Tuhan Yesus memiliki iman, sekalipun iman itu hanya sebesar biji
sesawi. Tantangan dan cobaan hidup bisa diatasi hanya dengan iman sebesar biji
sesawi, konon biji sesawi adalah biji sayuran yang sangat kecil. Pergumulan
bahkan yang menurut sebagian besar orang mustahil untuk diselesaikan, dengan
iman yang hanya sebesar biji sesawi, pergumulan itu bisa teratasi. Jadi bagi
Tuhan Yesus persoalannya bukan seberapa besar atau seberapa banyak iman yang
kita miliki, tetapi apakah kita mempunyai iman.
Lantas
apakah iman itu? Iman adalah keyakinan untuk terus berjalan bersama Tuhan dan
untuk setia melakukan kehendak-Nya. Lalu apakah kehendak Tuhan itu? Injil
Matius 5:13-14 menyatakan bahwa Tuhan mempersatukan kita agar kita menjadi
garam dan terang dunia. Dengan demikian, beriman berarti tetap menjadi garam
dan terang dunia sekalipun berhadapan dengan aneka tantangan dan cobaan.
Contohnya, saat seseorang menyakiti hati kita, apakah kita mau mengampuni?
Bagaimana kalau dalam sehari ia tujuh kali melukai hati kita, apakah kita akan
mengampuninya? Bagaimana kalau setiap hari selama satu minggu, ia berulang kali
melukai kita? Apakah kita masih mau mengampuni kesalahannya? Sebagian orang
akan berkata tidak, tetapi sebagai murid-murid Tuhan Yesus, Tuhan Yesus
menghendaki agar kita mengampuninya. Karena itu, kita akan tetap mengasihi dia;
kita akan tetap mempercayainya. Bagaimana kita melakukannya? Dengan iman. Iman
menolong kita untuk percaya bahwa teladan Tuhan Yesus adalah teladan yang baik,
yang membawa damai bagi kehidupan kita. Iman menolong kita untuk yakin bahwa
mengampuni dan mengasihi mereka yang berulang kali melukai kita akan membuat
hati kita tenang, damai dan bahagia. Iman menolong kita untuk percaya bahwa di
tengah kesulitan apapun, apabila kita bersedia meneladani sikap dan perbuatan
Tuhan Yesus, itu akan membuat hati, jiwa dan pikiran kita tentram.
Saudara,
Tuhan Yesus juga mengajarkan kita untuk meneladani sikap seorang hamba.
Sekalipun ia sudah lelah bekerja, namun bila tuannya menghendaki ia untuk
menyiapkan makanan dan minuman, seorang hamba harus melakukan kehendak tuannya
itu. Ia baru bisa beristirahat saat tuannya menyuruhnya. Apabila semua
pekerjaan telah selesai, dan sang tuan memuji hasil kerjanya, seorang hamba
selayaknya berkata: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya
melakukan apa yang kami harus lakukan.” Inilah laku iman. Kita adalah hamba
Kristus, kita pun hanya melakukan apa yang Tuhan Yesus ajarkan. Mungkin saat
mengerjakannya kita akan berhadapan dengan tantangan dan cobaan, mungkin kita
akan mengalami masa-masa yang sukar. Namun saat mengalami semua itu, jangan
biarkan kita kehilangan kemampuan untuk mengasihi, untuk mengampuni, untuk
menjadi garam dan terang dunia. Sebab itulah yang Allah kehendaki. Kita bisa
melakukan semua itu, kalau kita mau bersandar kepada Tuhan, menerima uluran
tangan-Nya dan percaya kepada-Nya.
Bunda
Teresa suatu kali mengatakan: “Kita tidak bisa melakukan pekerjaan besar,
tetapi kita bisa melakukan hal kecil dengan cinta yang besar.” Kita bisa mulai
dengan mengasihi, mengampuni sesama. Memperhatikan kebutuhan orang lain atau
menghibur mereka yang sengsara. Kita dapat melakukannya bukan dengan kekuatan
kita tetapi dengan cinta dan kekuatan Allah.
(Disarikan dari kotbah Pdt. Eko P S,Minggu
2 Oktober 2016, oleh EP )
No comments:
Post a Comment