MENGAJAR DAN BERKATA-KATA DENGAN KUASA
Bagi banyak
orang pada zamannya, Yesus barangkali dianggap sebagai salah satu dari sekian
banyak Rabbi atau Ahli Taurat yang mengajarkan Firman Tuhan kepada umat Israel.
Sama seperti para Rabbi atau Ahli Taurat lainnya maka pangkalan utama Yesus
juga Bait Allah. Dari sana Ia berkeliling ke semua pelosok. Namun demikian
penginjil Markus mencatat tanggapan dari umat terhadap keduanya. Respek lebih
banyak diberikan kepada Yesus ketimbang kepada para guru agama Yahudi itu. Apa
yang membedakannya? “Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya sebab Ia mengajar
mereka sebagai orang yang berkuasa.” Kata ‘berkuasa’ (ekszousia) bisa diterjemahkan dengan ‘berwibawa’ atau ‘punya
otoritas’ tetapi dengan melihat konteks bacaan maka kata yang paling tepat yang
bisa dipakai dan dikenakan kepada Yesus adalah ‘integritas’. Yesus mengajar
dengan ‘integritas’ penuh bukan hanya karena metoda mengajarnya pas tetapi
karena Dia taat pada Pengutus-Nya dan ketaatan itu menyatu dengan seluruh
kehidupan-Nya dan tercerpancar keluar dalam sikap, perilaku dan karya-Nya.
Yang
membedakan adalah integritas. Keadaan yang utuh dan satu. Dengan sikap
moral yang baik, kalau dikenakan pada kehidupan beriman berarti menyatunya iman
kepada Tuhan dalam perkataan dan perbuatan.
1.
Yesus –
menghadirkan Bapa-Nya dan bukan hanya menggunakan otoritas Bapa-Nya. Allah
Bapak-Nya menjadi yang nomer satu dan terutama dalam kehidupannya. Otoritas
ilahi ada pada-Nya. Dia mengenal dengan sangat baik Bapak yang diberitakan-Nya
atau malahan dihadirkan-Nya. Dia berkata-kata atas nama Bapa dan karena itu
mesti mempertanggungjawabkan kata dan tindakan karena kata itu kepada Allah
sendiri. Dia mengenal persis rencana-rencana, keinginan-keinginan, dan
karakter-karakter Bapa-Nya
2.
Otoritas
ilahi itu mengejawantah melalui pribadinya yang mulia. Kalau dia menyatakan
Bapa-Nya menghargai manusia melalui diri-Nya maka Ia pun sangat menghargai
orang lain, memperhatikan perasaan orang lain, bisa mengerti kondisi orang
lain, dan bisa memaafkan orang lain. Bapa-Nya mau manusia yang dikasihi-Nya
sejahtera, maka karya-Nya juga memulihkan kesejahteraan manusia. Bapa-Nya
rendah hati maka Ia pun bersikap sama. Jadi kalau dia membuat mujizat bukan
mujizatnya menjadi yang nomer satu tetapi Tuhan yang mau melakukannya mau
memulihkan kemanusiaan.
3.
Dalam kaitan
dengan penggunaan kata-kata dalam relasi dengan kehidupan sesehari pun Bapa-Nya dihadirkan-Nya. Para pengikut-Nya harus mengambil sikap yang
sama dan cara Tuhan Yesus memakai sabdanya menjadi patokan dan pedoman yang
normatif bagi kita. Kata-kata dipakai untuk menyejahterakan kehidupan bersama
secara positif dan proaktif.
Contohnya
ketika kita mesti menyikapi berita yang disampaikan kepada kita dan menuntut
responsi kita. Di sini integritas kita diuji. Kita bisa menggunakan Socrates Three filters test. Mari kita
gunakan tiga tapis atau filter terhadap semua informasi yang kita terima. TRUTHNESS, GOODNESS, dan USEFULNESS. Apakah beritanya Benar,
apakah membawa kebaikan, dan apakah bermanfaat untuk kehidupan bersama dengan
sesama. Dari cara kita menggunakan kata-kata kita maka secara berintegritas dan Tuhan
dimuliakan karenanya.
(disarikan dari kotbah Pdt. Samuel Santoso, 1 Pebruari
2015 oleh ss)
No comments:
Post a Comment