JADILAH
PENURUT-PENURUT ALLAH
Yohanes
35, 41-51
Pengajaran Yesus tentang Roti
Hidup ternyata dipahami berbeda oleh orang banyak yang mengikuti Dia. Yesus
bicara tentang Roti Hidup yang kekal, dari sorga, yang disediakan bagi dunia,
yaitu diri-Nya sendiri. Namun, hal itu dipersoalkan oleh pendengar-Nya. Yesus
yang mengatakan hal itu, mereka kenal sebagai Yesus, anak Yusuf, yang orang
tuanya juga mereka kenal. Dalam hal ini, orang banyak itu hanya melihat yang
dipermukaan, dan tidak berusaha memahami lebih dalam perkataan Yesus itu.
Maka,
wajarlah jika pemikiran dangkal itu menimbulkan sungut-sungut di antara mereka
tentang Yesus dan perkataan-Nya. Tetapi toh itu tidak menyurutkan niat Yesus
untuk mengajarkan kepada mereka tentang kehadiran-Nya sebagai Roti Hidup, yang
membawa umat percaya pada kekekalan (ayat 47).
Pengenalan akan Yesus tidak
menjadi jaminan bahwa pengenalan itu disertai dengan percaya. Orang yang sudah
mengikut Yesus pun belum tentu menjadi
orang yang percaya kepada-Nya. Itulah yang diperlihatkan oleh orang banyak yang
mengikut Dia. Mereka hadir di situ dengan berbagai kepentingan.
Ada yang mencari roti untuk makanannya, ada yang
ingin mencari celah untuk menjatuhkan Yesus, ada yang sekedar ikut-ikutan,
mungkin ada juga yang hanya menjadi penonton. Pada akhirnya akan terlihat juga
maksud dan tujuan mereka hadir di situ. Sebab, untuk bisa mengerti apa yang
Yesus ajarkan dibuthkan rasa percaya sebagai wujud pengenalan akan Yesus yang
dapat membawa hidup kekal.
Yesus membandingkan diri-Nya
sebagai Roti Hidup, dengan manna yang pernah diterima nenek moyang mereka di
padang gurun. Nenek moyang bangsa itu akhirnya toh mengalami kematian dan
binasa juga, sekalipun mereka sudah makan manna, yang dikenal sebagai roti yang
turun dari sorga. Tetapi, jika seorang menerima Roti Hidup yang ditawarkan-Nya,
ia akan hidup. Sebab diri-Nya-lah yang diberikan bagi hidup dunia. Dalam
lingkup yang lebih luas, Ia datang untuk dunia, tidak hanya untuk satu suku
bangsa tertentu; Ia memberikan diri-Nya untuk hidup dunia.
(Diambil dari buku Dian Penuntun edisi
20 hal. 105-106)
No comments:
Post a Comment