HIDUPLAH SEBAGAI ORANG ARIF
Jika kita mengamati kondisi bangsa kita saat ini,
kita akan menyaksikan bagaimana mereka yang berkuasa makin sewenang-wenang
menekan kaum yang lebih lemah. Orang bisa berpura-pura baik di depan, tapi di
belakang saling tusuk menusuk. Kepentingan pribadi telah membutakan mata,
bahkan membawa mereka dalam masa depan yang gelap. Untuk itu sebagai orang
percaya kita dipanggil untuk hidup sebagai terang dan garam. Kehadiran gereja
dan umat percaya membawa dampak yang baik bagi kemerdekaan Indonesia.
Efesus 5:15-21 adalah penggalan dari surat Paulus
yang berbicara mengenai hidup sebagai anak-anak terang. Diharapkan jemaat
Efesus tidak hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Supaya
jemaat itu melakukan kehendak Tuhan
dalam hidup mereka, tidak hidup dalam kecemaran, percabulan, perkataan
kotor, menyembah berhala dan jangan sampai mereka disesatkan dengan ilmu-ilmu
perdukunan. Jemaat Efesus dipanggil untuk hidup sebagai orang arif di tengah
masyarakat. Hidup sebagai orang arif juga merupakan panggilan bagi jemaat Tuhan
saat ini di tengah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan. Lalu apa yang dapat kita
lakukan untuk hidup menjadi orang arif?
Berdasarkan Efesus 5:15-21 ada 2 hal yang dapat kita
lakukan untuk menjalani kehidupan sebagai orang yang arif. Pertama, bijak dalam
bertindak dan kedua adalah menghidupi spiritualitas kita.
Rasul Paulus mengajak jemaat Efesus untuk
mempergunkan waktu yang ada untuk hidup sebagai orang arif yang mengerti
kehendak Tuhan dan melakukannya. Bukan seperti orang bebal, yang senantiasa
hidup dalam kejahatan. Sebab, waktu-waktu ini dipenuhi oleh kejahatan. Saat ini
kejahatan dan dosa berevolusi dengan mulus memasuki sendi-sendi kehidupan
manusia; study, pekerjaan, keluarga,
asmara, dan sebagainya. Orang tanpa disadari bisa dibawa masuk ke dalam
kejahatan dan ujungnya adalah dosa. Demi uang dan kekayaan orang rela melakukan
apa saja sekalipun hal itu bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Kita dipanggil untuk hidup bijak dalam bertindak
dengan berpikir ulang apakah yang kita lakukan saat ini sudah berkenan di
hadapan Tuhan? Ingat, bahwa keputusan kita hari ini menentukan perjalanan kita
selanjutnya, maka bijaklah menggunakan waktu yang ada!
Berikutnya untuk hidup sebagai orang arif kita
dipanggil untuk menghidupi spiritualitas kita. Rasul Paulus mengajak jemaat
Efesus untuk menangkal godaan untuk melakukan kejahatan dengan hidup di dalam
persekutuan. Bersama dengan jemaat Tuhan yang lain dengan bernyanyi dan memuji
Tuhan. Rasul Paulus memberikan pesan kepada jemaat agar melakukan semuanya itu
dengan tulus hati.
Namun spiritualitas tidak berhenti di titik antara
aku dan Tuhan, melainkan juga berlanjut kepada aku dan sesama. Spiritualitas
menyentuh ranah hubungan kita dengan Tuhan dan kita dengan sesama. Hidup
menjadi anak-anak terang bukan soal kuantitas berapa sering kita pergi ke
gereja, berapa sibuk kita dengan kegiatan pelayanan. Hidup menjadi anak-anak
terang berbicara soal kualitas hidup.
Untuk itulah Rasul Paulus mengatakan “…dan
rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus (Efesus
5:21).” Sekalipun hidup sebagai anak-anak terang bukan berarti Jemaat Efesus
berhak untuk menghakimi atau membenci sesamanya. Mereka diminta untuk
merendahkan diri seorang kepada yang lain dengan takut akan Tuhan. Bencilah
perbuatan dosa, tetapi kasihilah dia yang melakukan. Kira-kira mudah tidak?
Membenci perbuatan orang yang melukai kita, tetapi tetap mengasihi orang itu?
Susah kalau kita sendiri yang melakukan, tetapi bersama dengan Kristus kita
akan dimampukan.
Hiduplah sebagai orang arif, yang akrab dengan
Tuhan, dan juga akrab dengan sesama.
(Disarikan
dari kotbah Sdr. Adi Netto Kristanto, minggu 16 Agustus’15)
No comments:
Post a Comment