Sunday, September 6, 2015

Ringkasan Khotbah - 30 Agustus 2015

HIDUP BERGAIRAH DALAM SUKACITA DAN KEGEMBIRAAN TUHAN
Markus 7:1-23

Markus 7:1-23, yang sejajar Matius 15:1-20, menggambarkan sikap Yesus yang tegas dan kritis terhadap sikap orang Yahudi atas aturan-aturan Taurat yang mereka pegang dan lakukan. Masyarakat Yahudi memang sangat menekankan pemahaman yang harfiah dan formal atas aturan-aturan Taurat yang mereka anggap sebagai firman Tuhan daripada memahami lebih dulu jiwa atau motif-motif yang ada di balik aturan-aturan agama tersebut. Sikap yang formalistis dan harafiah dalam menerapkan aturan-aturan agama ini disertai dengan pamrih mendapat pahala (berkat dan sorga) dan pujian dari Tuhan. Yang penting seperti bunyinya dilakukan dengan kaku, dan dengan gampang menuduh orang yang tidak berlaku sama seperti mereka sebagai orang berdosa atau, malahan, kafir. Pelaksanaan aturan-aturan itu tidak lagi mempertimbangkan konteks atau situasi dan kondisi masa kini dari orang yang memegangnya, yang kadang-kadang tidak kondusif untuk melaksanakannya. Sudah begitu, lalu mereka terjebak pada perdebatan-perdebatan mengenai topik aturan agama yang ‘remeh temeh’ dan ‘tetek bengek’ dan tidak prinsipil. Hal-hal yang tidak terlalu penting itu dikaitkan dengan najis atau tidak najisnya seseorang di hadapan Tuhan. Hal itu tampak dari contoh kasus yang pertama, Markus 7:1-8. Ritus pembasuhan sendiri, tetapi aturan itu kemudian dikenakan pada hal-hal yang remeh-temeh tadi, seolah-olah yang remeh-temeh pun dari Tuhan asalnya.
Sikap memegangi aturan agama secara harafiah dan formal itu tidak pernah bisa konsekuen dan konsisten, karena mereka juga akhirnya melakukan ‘pelanggaran yang tampaknya bukan pelanggaran’ kalau ada kepentingan yang menguntungkan mereka. Markus 7:9-13 menyajikan kasus ini. Seolah-olah memberikan korban bagi Tuhan menjadi lebih penting daripada merawat dan mengobati orantua yang sedang sakit.
Dalam hal berdebat, atau memperbincangkan aturan-aturan agama dan implementasinya dalam kehidupan sesehari, orang Yahudi sangat bergairah. Semua yang berkaitan dengan hal-hal yang teknis dan pernak-pernik yang tidak terlalu penting daripada jiwanya sendiri.
Bagi orang Yahudi ‘hati’ (Ibrani lev ; Yunani kardia) bukan hanya soal perasaan, karena ‘hati’ adalah ‘inner life’ seseorang, tempat segala macam pertimbangan, pengertian, perasaan, pusat segala macam emosi. Kalau ‘hati’-nya baik, mestinya tutur kata, sikap, tindakan, dan karakter yang baik yang akan muncul keluar dan sebaliknya. Kalau hati sudah dikuduskan oleh Tuhan, maka yang akan muncul adalah sikap, kata, tindakan baik yang membangun dan berguna, otentik, bergairah, serta ajeg, bukan dibuat-buat atau pura-pura, atau yang sementara saja.
Kegairahan menjalankan firman Tuhan mesti dimulai dengan perubahan ‘hati’ lebih dulu berguna kemudian menguasai dan mempengaruhi praktek kita menjalankan pesan firman itu dengan benar dan bijaksana dan bukan sebaliknya.

(Diambil dari buku Dian Penuntun edidi 20 hal. 132-134)

No comments:

Followers

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda


Kami Kerjalayan Kesehatan Anda

Kami Kerjalayan Kesehatan Anda