Menghadap Allah dengan Hati yang
Tulus
Ibrani 10:11-25
Seorang Reformator gereja pada abad 16, Martin
Luther, mengatakan “To be a Christian
without prayers is no more possible than to be alive without breathing.”
“Menjadi seorang Kristen tanpa doa merupakan hal yang mustahil, seperti hidup
tanpa bernafas.” Dengan perkataan lain doa adalah nafas hidup orang
percaya. Sama seperti orang yang tak bernafas berarti mati, orang yang tak
berdoa pun mati secara iman. Tanpa doa berarti tak ada relasi dengan Tuhan.
Namun tentu saja doa bukan sekedar formalitas atau kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari, atau monolog dari manusia yang ditujukan kepada Tuhan. Doa
semestinya merupakan relasi yang dekat dan intim antara manusia dengan Tuhan.
Doa merupakan ungkapan isi hati manusia kepada Tuhan, namun juga kesediaan
manusia untuk merasakan kehadiran Tuhan serta mendengar suara dan
panggilan-Nya.
Ibrani 10:22 memberi nasihat kepada jemaat agar datang kepada Allah
dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati yang telah dibersihkan dari
hati nurani yang jahat,
dan tubuh yang
telah dibasuh dengan air yang murni. Datang kepada Allah berarti mendekat kepada Tuhan.
Tidak cukup orang hanya tahu tentang Allah; ia harus memiliki relasi dengan
Allah. “Hati yang tulus ikhlas” adalah hati yang jujur, sejati, asli, apa
adanya, nyata, tidak hanya kelihatan dari luar. “Keyakinan iman yang teguh”
menunjukkan kepastian yang kuat, tanpa keraguan. “Hati yang telah dibersihkan dari
hati nurani yang jahat,
dan tubuh yang
telah dibasuh dengan air yang murni” mengingatkan pada pembersihan dari dosa, secara
khusus melalui baptisan yang menekankan pengampunan dosa. Jadi kita
dimungkinkan untuk menghadap Allah karena anugerah pengampunan-Nya.
Maka yang menjadi dasar
kita dapat menghadap Allah dengan hati yang tulus adalah karya Kristus saja. Ibrani
10:11-21 memperbandingkan kurban persembahan para imam dan kurban persembahan
Yesus. Kurban para imam dilakukan berulang-ulang, sedangkan kurban Yesus
dilakukan sekali untuk selamanya. Kurban persembahan para imam tidak dapat
membuka jalan ke ruang mahakudus, sebab hanya seorang imam besar saja yang
boleh masuk ke ruang mahakudus, sekali dalam setahun. Sedangkan kurban Yesus
membuka jalan untuk masuk ke hadirat Allah. Tabir bait suci telah terbelah pada
saat kematian Yesus, sehingga membuka akses ke ruang mahakudus (bandingkan
Matius 27:51). Kurban Yesus bukanlah dengan darah anak domba, melainkan
darah-Nya sendiri. Yesus adalah imam besar sekaligus sang anak domba. Maka kita
mendapat jalan masuk kepada keselamatan. Keunggulan Yesus inilah yang
memberikan kepastian bahwa kita dapat menghadap Tuhan dengan hati yang tulus
ikhlas dan iman yang teguh.
(disarikan dari
Kotbah Pdt. Tabita K Christiani/UKDW, Minggu 15 November 2015 oleh tkc)
No comments:
Post a Comment