Saturday, March 5, 2016

Ringkasan Khotbah - 28 Februari 2016

Berbuat, tak sekedar bertobat

Cara berpikir manusia cenderung mengaitkan penderitaan/persoalan yang dialami dengan dosa yang dilakukan. Mulai dari zaman Adam dan Hawa, perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Tanah Perjanjian, sampai pada zaman Yesus. Adam dan Hawa terusir keluar dari taman Firdaus karena dosa melanggar perita Allah, perjalanan bangsa Israel dipenuhi dengan kesulitan, persoalan dan peneritaan karena sikap mereka yang sering memberontak dan menyakiti hati Tuhan.

Pada zaman Tuhan Yesus, orang dengan mudah menghakimi orang lain. Bahkan para murid Yesus mempertanyakan “siapa yang berdosa” ketika melihat seorang yang buta sejak lahir (Yohanes 9:1-3). Sementara Lukas 13:1-5 menyebutkan sekelompok orang yang merasa orang-orang Galilea yang mati dan para pekerja yang mati itu disebabkan karena dosa mereka. Apakah yang Yesus jawab menanggapi pertanyaan dan pernyataan mereka. Baik dalam injil Yohanes maupun dalam injil Lukas, Tuhan Yesus menolak anggapan itu. Bahkan dalam injil Lukas, Tuhan Yesus menegur orang banyak itu untuk tidak menghakimi orang lain dan mengingatkan mereka untuk bertobat.

Apa itu bertobat?

Kata tobat, dipakai sebagai terjemahan kata שׁוּב Baca: šûv’ dalam perjanjian lama. Kata ini ada dalam beberapa ayat dalam Perjanjian Lama. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, pertobatan berasal dari kata ”μετανοεωmetanoeō’ (kata benda), μετανοια ‘metanoia’ (kata kerja), dan kata επιστρεφω ‘epistrefō’.

Arti kata:
·         Kata שׁוּב (šûv’) berarti: kembali, berbalik arah
·         Kata μετανοια (‘metanoia’) berarti: perubahan pikiran
·         Kata μετανοεω (‘metanoeō’) berarti (kata benda): berubah pikiran
·         Kata επιστρεφω (‘epistrefō’) berarti: kembali

Dari arti kata-kata tersebut maka dapat dikatakan bahwa tobat adalah kondisi saat manusia berubah pikiran, berbalik, dan kembali ke arah sebelum berbuat dosa, yaitu kembali ke Tuhan, kemudian pertobatan pikiran tersebut diikuti dengan perubahan pada riil (perbuatan, sikap, perkataan).

Apakah yang diperlukan manusia untuk dapat bertobat?
1.Kesadaran
Sebuah pertobatan baru bisa terjadi bila diawali dengan kesadaran diri. Menyadari akan kesalahan dan dosa yang sudah dilakukan. Kesadaran itu bisa timbul dari dalam diri sendiri tetapi bisa juga timbul dari ‘kritikan/evaluasi/koreksi’ pihak luar.
2.Penyesalan
Kesadaran itu seharusny diikuti dengan penyesalan. Penyesalan yang sungguh-sungguh keluar dari hati yang mendalam
3.Perubahan
Ketika dua hal (kesadaran dan penyesalan) itu terjadi maka biasanya akan disertai dengan sebuah perubahan di dalam diri kita. Perubahan yang terwujud dalam tindakan sehari-hari.


Kapan kita bertobat?
         
Karena seseorang tidak dapat diselamatkan tanpa pertobatan, maka perlu bagi seseorang untuk bertobat sesegera mungkin dan jangan menunda-nunda karena waktu tidak bisa ditentukan. Lukas 13:6-9 menceritakan bahwa kesempatan yang diberikan itu hanya sebentar, setelah bila tetap tidak menghasilkan buah dan tidak berubah maka akan ditebang. Kehidupan ini sangat singkat dan tidak bisa dipastikan. Kematian adalah pasti dan akan menimpa siapa saja, cepat atau lambat. Oleh karena itu jangan pernah berpikir masih ada waktu dan kita baru bertobat setelah kita tua atau setelah kita selesai dengan urusan kita, karena ‘jangan-jangan’ waktu saat ini adalah perpanjangan waktu yang diberikan Tuhan kepada kita untuk kita bertobat dan menghasilkan buah.

 (disarikan dari kotbah Pdt. Engeline Chandra (GKI Kepa Duri), Minggu, 28 Feb’16, oleh EC

No comments:

Followers

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda


Kami Kerjalayan Kesehatan Anda

Kami Kerjalayan Kesehatan Anda