Berbuat, tak sekedar bertobat
Cara berpikir manusia cenderung mengaitkan
penderitaan/persoalan yang dialami dengan dosa yang dilakukan. Mulai dari zaman
Adam dan Hawa, perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Tanah Perjanjian, sampai
pada zaman Yesus. Adam dan Hawa terusir keluar dari taman Firdaus karena dosa
melanggar perita Allah, perjalanan bangsa Israel dipenuhi dengan kesulitan,
persoalan dan peneritaan karena sikap mereka yang sering memberontak dan
menyakiti hati Tuhan.
Pada zaman Tuhan Yesus, orang dengan mudah
menghakimi orang lain. Bahkan para murid Yesus mempertanyakan “siapa yang
berdosa” ketika melihat seorang yang buta sejak lahir (Yohanes 9:1-3).
Sementara Lukas 13:1-5 menyebutkan sekelompok orang yang merasa orang-orang
Galilea yang mati dan para pekerja yang mati itu disebabkan karena dosa mereka.
Apakah yang Yesus jawab menanggapi pertanyaan dan pernyataan mereka. Baik dalam
injil Yohanes maupun dalam injil Lukas, Tuhan Yesus menolak anggapan itu.
Bahkan dalam injil Lukas, Tuhan Yesus menegur orang banyak itu untuk tidak
menghakimi orang lain dan mengingatkan mereka untuk bertobat.
Apa itu bertobat?
Kata tobat, dipakai sebagai terjemahan kata
“שׁוּב ‘ Baca: šûv’
dalam perjanjian lama. Kata ini ada dalam beberapa ayat dalam Perjanjian Lama.
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, pertobatan berasal dari kata ”μετανοεω
‘metanoeō’ (kata benda), μετανοια
‘metanoia’ (kata kerja), dan kata επιστρεφω ‘epistrefō’.
Arti kata:
·
Kata “שׁוּב ‘ (šûv’) berarti:
kembali, berbalik arah
·
Kata μετανοια
(‘metanoia’) berarti: perubahan
pikiran
·
Kata μετανοεω
(‘metanoeō’) berarti (kata benda):
berubah pikiran
·
Kata επιστρεφω
(‘epistrefō’) berarti: kembali
Dari arti kata-kata tersebut maka dapat
dikatakan bahwa tobat adalah kondisi saat manusia berubah pikiran, berbalik,
dan kembali ke arah sebelum berbuat dosa, yaitu kembali ke Tuhan, kemudian
pertobatan pikiran tersebut diikuti dengan perubahan pada riil (perbuatan,
sikap, perkataan).
Apakah yang diperlukan manusia untuk dapat
bertobat?
1.Kesadaran
Sebuah
pertobatan baru bisa terjadi bila diawali dengan kesadaran diri. Menyadari akan
kesalahan dan dosa yang sudah dilakukan. Kesadaran itu bisa timbul dari dalam
diri sendiri tetapi bisa juga timbul dari ‘kritikan/evaluasi/koreksi’ pihak
luar.
2.Penyesalan
Kesadaran
itu seharusny diikuti dengan penyesalan. Penyesalan yang sungguh-sungguh keluar
dari hati yang mendalam
3.Perubahan
Ketika
dua hal (kesadaran dan penyesalan) itu terjadi maka biasanya akan disertai
dengan sebuah perubahan di dalam diri kita. Perubahan yang terwujud dalam
tindakan sehari-hari.
Kapan kita bertobat?
Karena seseorang tidak
dapat diselamatkan tanpa pertobatan, maka perlu bagi seseorang untuk
bertobat sesegera mungkin dan jangan menunda-nunda karena waktu tidak bisa
ditentukan. Lukas 13:6-9 menceritakan bahwa kesempatan yang diberikan itu hanya
sebentar, setelah bila tetap tidak menghasilkan buah dan tidak berubah maka
akan ditebang. Kehidupan ini sangat singkat dan tidak bisa dipastikan. Kematian
adalah pasti dan akan menimpa siapa saja, cepat atau lambat. Oleh karena itu
jangan pernah berpikir masih ada waktu dan kita baru bertobat setelah kita tua
atau setelah kita selesai dengan urusan kita, karena ‘jangan-jangan’ waktu saat
ini adalah perpanjangan waktu yang diberikan Tuhan kepada kita untuk kita
bertobat dan menghasilkan buah.
(disarikan
dari kotbah Pdt. Engeline Chandra (GKI Kepa Duri), Minggu, 28 Feb’16, oleh EC)
No comments:
Post a Comment