Saturday, July 16, 2016

Ringkasan Khotbah - 10 Jul 2016

PERGILAH DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!
lukas 10:25-37
Seorang remaja terlihat memborong sepuluh buku kepemimpinan. Saat berada di depan kasir seorang paman bertanya kepadanya, “Wah, sepertinya sangat tertarik dengan buku-buku kepemimpinan ya, Nak?” remaja itu menjawab, “Saya mau membaca buku ini karena dua hari lagi akan ada pemilihan ketua OSIS dan saya menjadi kandidatnya. Saya membeli buku-buku ini agar saat orasi pemilihan saya bisa menjadi seorang pemimpin yang baik.” Sang Paman menanggapinya dengan senyuman dan berkata kepadanya, “Nak, menjadi seorang pemimpin yang baik tidak hanya dengan membaca buku. Membutuhkan proses untuk berlatih dan belajar.” Sambil mengangguk remaja itu merespon, “Hmm, begitu ya Pak.”
Membaca sepuluh buku tentang kepemimpinan tidak menjamin seseorang akan menjadi pemimpin yang baik. Membaca selesai Alkitab satu hari tidak menjamin seseorang akan menjadi kudus. Membaca Alkitab memerlukan kerinduan untuk memahami kasih Allah lewat Firman-Nya. Perlu ada tindakan aksi dan refleksi agar apa yang kita baca itu dapat mengubah hidup seseorang.
Seorang Ahli Taurat pada jaman Yesus pekerjaannya adalah menyalin kitab Taurat. Oleh karena itu seorang Ahli Taurat sangat mengerti isi dari keseluruhan hukum Taurat. Jadi saat seorang Ahli Taurat bertanya kepada Yesus, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Itu adalah hal yang sangat aneh. Pertanyaan itu untuk mencobai Yesus. Perdebatan muncul dalam percakapan mereka, sampai pada pertanyaan “Dan siapakah sesamaku manusia?” kata Ahli Taurat itu.  Yesus mengetahui pola pikir orang Yahudi yang beranggapan bahwa sesama adalah seseorang yang satu suku dengan mereka. Oleh karena itu Yesus sengaja memilih perumpamaan orang Samaria untuk menjelaskan siapakah sesama manusia itu.
Pada jaman Yesus, Israel pecah menjadi dua, Israel Utara dan Israel Selatan. Israel Utara memiliki pusat peribadatan di Gunung Gerizim dan mereka mengaku sebagai pemelihara tradisi kuno Israel. Orang Samaria berasal dari Israel Utara ini. Sedangkan Israel Selatan memiliki pusat peribadatan di Yerusalem. Ahli Taurat ada di sini. Kedua bangsa Israel Utara dan Israel Selatan saling bermusuhan satu sama lain. Orang Israel Utara menilai cara ibadah Israel Selatan menyalahi tradisi kuno Israel, sedangkan Israel Selatan menilai Israel Utara adalah bangsa yang najis karena melakukan kawin campur dengan bangsa lain yang bukan Yahudi.
Melihat situasi konflik yang ada pada saat itu Yesus secara tepat memilih perumpamaan tentang orang Samaria ini untuk menjawab pertanyaan tentang siapakah sesama. Dalam perumpamaan itu ada dua tokoh dari Israel Selatan yaitu, seorang Imam dan seorang Lewi. Imam bertugas memimpin ibadah di Bait Allah, Yerusalem. Sedangkan Lewi adalah bagian keluarga dari imam yang memiliki tugas mengurusi segala keperluan Bait Allah. Seorang Imam atau orang Lewi pasti menguasai isi dari hukum Taurat, tetapi keduanya sama-sama tidak melakukan aksi kasih dengan menolong orang yang telah dirampok dan dalam keadaan sekarat saat perjalanan turun dari Yerusalem ke Yeriko.
Sedangkan orang Samaria yang dianggap mereka musuh saat itu, malah menolong orang yang sekarat itu. Orang Samaria menaikan orang yang sekarat itu ke atas keledainya, membawanya ke penginapan, dan merawatnya. Dia mengorbankan tenaga, uang dan juga waktunya demi menolong orang yang tidak dikenalnya. Dia melakukan semua itu berdasarkan belas kasih. Orang Samaria itu telah merasakan posisi menjadi orang lain, yaitu orang yang sekarat itu. Sehingga dia mengerti hal apa yang harus dilakukan. Hal ini sangat kontras dengan Imam dan Lewi yang hanya melewati orang yang sekarat itu.
Yesus sangat cerdas, Dia menjawab pertanyaan tentang siapakah sesama dengan sangat tepat. Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan dan membuat Ahli Taurat menjawab pertanyaanNya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia?” Ahli Taurat menjawab pertanyaan Yesus, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Siapakah dia? Dia adalah orang Samaria yang dianggap Ahli Taurat sebagai musuh. Yesus sangat cerdas dan bijak, karena berhasil membuat Ahli Taurat itu mengakui musuhnya sebagai sosok yang baik bahkan lebih baik dari apa yang diperbuat oleh orang sebangsanya dalam perumpamaan itu.
Yesus mengajarkan kita supaya mengasihi setiap musuh kita atau orang yang memusuhi kita. Itu menjawab pertanyaan Ahli Taurat tentang hidup yang kekal. Yesus mengakhiri percakapan dengan Ahli Taurat itu dengan mengatakan, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Ucapan Yesus ini juga berlaku untuk kita saat ini. Pergilah dan kasihilah musuhmu!.

 (Disarikan  dari kotbah Pnt. Adi Netto Kristanto, Minggu 10 Juli 2016, oleh ANK )

No comments:

Followers

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda


Kami Kerjalayan Kesehatan Anda

Kami Kerjalayan Kesehatan Anda