PERGILAH
DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!
lukas 10:25-37
Seorang remaja terlihat memborong sepuluh buku kepemimpinan. Saat berada
di depan kasir seorang paman bertanya kepadanya, “Wah, sepertinya sangat
tertarik dengan buku-buku kepemimpinan ya, Nak?” remaja itu menjawab, “Saya mau
membaca buku ini karena dua hari lagi akan ada pemilihan ketua OSIS dan saya
menjadi kandidatnya. Saya membeli buku-buku ini agar saat orasi pemilihan saya
bisa menjadi seorang pemimpin yang baik.” Sang Paman menanggapinya dengan
senyuman dan berkata kepadanya, “Nak, menjadi seorang pemimpin yang baik tidak
hanya dengan membaca buku. Membutuhkan proses untuk berlatih dan belajar.”
Sambil mengangguk remaja itu merespon, “Hmm, begitu ya Pak.”
Membaca sepuluh buku tentang kepemimpinan tidak menjamin seseorang akan
menjadi pemimpin yang baik. Membaca selesai Alkitab satu hari tidak menjamin
seseorang akan menjadi kudus. Membaca Alkitab memerlukan kerinduan untuk
memahami kasih Allah lewat Firman-Nya. Perlu ada tindakan aksi dan refleksi
agar apa yang kita baca itu dapat mengubah hidup seseorang.
Seorang Ahli Taurat pada jaman Yesus pekerjaannya adalah menyalin kitab
Taurat. Oleh karena itu seorang Ahli Taurat sangat mengerti isi dari
keseluruhan hukum Taurat. Jadi saat seorang Ahli Taurat bertanya kepada Yesus,
“Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Itu adalah
hal yang sangat aneh. Pertanyaan itu untuk mencobai Yesus. Perdebatan muncul
dalam percakapan mereka, sampai pada pertanyaan “Dan siapakah sesamaku manusia?”
kata Ahli Taurat itu. Yesus mengetahui
pola pikir orang Yahudi yang beranggapan bahwa sesama adalah seseorang yang
satu suku dengan mereka. Oleh karena itu Yesus sengaja memilih perumpamaan
orang Samaria untuk menjelaskan siapakah sesama manusia itu.
Pada jaman
Yesus, Israel pecah menjadi dua, Israel Utara dan Israel Selatan. Israel Utara
memiliki pusat peribadatan di Gunung Gerizim dan mereka mengaku sebagai
pemelihara tradisi kuno Israel. Orang Samaria berasal dari Israel Utara ini.
Sedangkan Israel Selatan memiliki pusat peribadatan di Yerusalem. Ahli Taurat
ada di sini. Kedua bangsa Israel Utara dan Israel Selatan saling bermusuhan
satu sama lain. Orang Israel Utara menilai cara ibadah Israel Selatan menyalahi
tradisi kuno Israel, sedangkan Israel Selatan menilai Israel Utara adalah
bangsa yang najis karena melakukan kawin campur dengan bangsa lain yang bukan
Yahudi.
Melihat situasi konflik yang ada pada saat itu Yesus secara tepat memilih
perumpamaan tentang orang Samaria ini untuk menjawab pertanyaan tentang
siapakah sesama. Dalam perumpamaan itu ada dua tokoh dari Israel Selatan yaitu,
seorang Imam dan seorang Lewi. Imam bertugas memimpin ibadah di Bait Allah,
Yerusalem. Sedangkan Lewi adalah bagian keluarga dari imam yang memiliki tugas
mengurusi segala keperluan Bait Allah. Seorang Imam atau orang Lewi pasti
menguasai isi dari hukum Taurat, tetapi keduanya sama-sama tidak melakukan aksi
kasih dengan menolong orang yang telah dirampok dan dalam keadaan sekarat saat
perjalanan turun dari Yerusalem ke Yeriko.
Sedangkan orang Samaria yang dianggap mereka musuh saat itu, malah
menolong orang yang sekarat itu. Orang Samaria menaikan orang yang sekarat itu
ke atas keledainya, membawanya ke penginapan, dan merawatnya. Dia mengorbankan
tenaga, uang dan juga waktunya demi menolong orang yang tidak dikenalnya. Dia
melakukan semua itu berdasarkan belas kasih. Orang Samaria itu telah merasakan
posisi menjadi orang lain, yaitu orang yang sekarat itu. Sehingga dia mengerti
hal apa yang harus dilakukan. Hal ini sangat kontras dengan Imam dan Lewi yang
hanya melewati orang yang sekarat itu.
Yesus sangat cerdas, Dia menjawab pertanyaan tentang siapakah sesama
dengan sangat tepat. Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan dan membuat Ahli
Taurat menjawab pertanyaanNya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia?” Ahli Taurat menjawab pertanyaan Yesus,
“Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Siapakah dia? Dia
adalah orang Samaria yang dianggap Ahli Taurat sebagai musuh. Yesus sangat
cerdas dan bijak, karena berhasil membuat Ahli Taurat itu mengakui musuhnya
sebagai sosok yang baik bahkan lebih baik dari apa yang diperbuat oleh orang
sebangsanya dalam perumpamaan itu.
Yesus mengajarkan kita supaya mengasihi setiap musuh kita atau orang yang
memusuhi kita. Itu menjawab pertanyaan Ahli Taurat tentang hidup yang kekal.
Yesus mengakhiri percakapan dengan Ahli Taurat itu dengan mengatakan,
“Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Ucapan Yesus ini juga berlaku untuk kita
saat ini. Pergilah dan kasihilah musuhmu!.
(Disarikan
dari kotbah Pnt. Adi Netto Kristanto,
Minggu 10 Juli 2016, oleh ANK )
No comments:
Post a Comment