KEBAHAGIAAN MENJADI MITRA KERJA ALLAH
LUKAS 10:1-11; 16-20
Menjadi mitra kerja Allah, bahagia? Hm,... apa engga salah? Silahkan saja Googling apa yan terjadi dengan 12 murid Tuhan Yesus, yang akan kita dapatkan adalah kisah mengenai orang-orang yang hidupnya berakhir dengan kengerian. Ada yang mati disalib dengan kepala di bawah, mati dengan kepala terpenggal, mati dibakar hidup-hidup, mati dirajam, mati membusuk dalam penjara bawah tanah dan kengerian yang lain. Yang mati dalam usia tua dan alami hanya satu orang. Jadi bagaimana bisa mengatakan menjadi mitra Allah itu adalah suatu kebahagiaan? Mari kita lihat bacaan kita hari ini.
Lukas 10 malah membuat kita semakin sulit untuk menemukan kebahagiaan menjadi mitra kerja Allah. Lihat saja, Tuhan Yesus mengatakan bahwa menjadi mitra kerja Allah, orang utusan Allah itu seperti seekor anak domba yang ada di tengah-tengah serigala. Menjadi mitra Allah bisa membuat hidup kita terancam. Hidup dalam kepungan bahaya.
Sudah begitu, masih juga dilarang membawa bekal makanan, minuman, pakaian, kasut. Menjadi mitra Allah koq malah kita ada dalam ketidakpastian akan jaminan pemenuhan kebutuhan dasariah kita. Ini membuat kita semakin tidak yakin bahwa menjadi mitra Allah akan membahagiakan kita!
Dalam keadaan yang serba sulit itu, seorang mitra Allah malah dituntut untuk memberi damai sejahtera terlebih dahulu bagi orang lain dan bukan meminta-minta dari orang lain.
Dimana kebahagiaannya? Bahagia-nya adalah ketika kita menerima pengutusan itu sendiri! Diutus artinya dipercaya Allah! Karena itu Rasul Paulus mengatakan bahwa upah yang dia terima dari pemberitaan Injil yang dia lakukan adalah boleh memberitakan Injil itu! Apalagi yang lebih membahagiakan kita daripada dipercaya oleh Tuhan? Kita yang tidak setia masih dipercaya untuk melakukan pekerjaan Allah yang mulia ini. Suatu penghargaan yang luar biasa.
Kebahagiaan lain adalah saat kita diundang untuk belajar mempercayakan hidup kita bukan pada hal duniawi (bekal makanan, minuman, pakaian dan kasut), tetapi kepada Tangan Pemeliharaan Allah sendiri.
Kebahagiaan yang ketiga adalah saat kita bisa menjadi mimikri, peniru Allah. Belajar untuk mendatangkan damai dalam kehidupan bersama sesama. Belajar untuk menjadikan diri kita sebagai sumber damai dan sumber sejahtera bagi keluarga, gereja dan masyarakat.
Kebahagiaan itu yang Tuhan beri itu tidak dapat diberikan dunia. Nah, apakah kita mau mengalami kebahagiaan sebagai mitra kerja Allah? Dnegarlah, Tuhan Yesus mengundang kita untuk menjadi pekerja di ladang yang siap dituai. Jangan menunda diri!
(Ringkasan kotbah Minggu, 4 Juli 2010, Pdt. Evelyne Yudiarti)
LUKAS 10:1-11; 16-20
Menjadi mitra kerja Allah, bahagia? Hm,... apa engga salah? Silahkan saja Googling apa yan terjadi dengan 12 murid Tuhan Yesus, yang akan kita dapatkan adalah kisah mengenai orang-orang yang hidupnya berakhir dengan kengerian. Ada yang mati disalib dengan kepala di bawah, mati dengan kepala terpenggal, mati dibakar hidup-hidup, mati dirajam, mati membusuk dalam penjara bawah tanah dan kengerian yang lain. Yang mati dalam usia tua dan alami hanya satu orang. Jadi bagaimana bisa mengatakan menjadi mitra Allah itu adalah suatu kebahagiaan? Mari kita lihat bacaan kita hari ini.
Lukas 10 malah membuat kita semakin sulit untuk menemukan kebahagiaan menjadi mitra kerja Allah. Lihat saja, Tuhan Yesus mengatakan bahwa menjadi mitra kerja Allah, orang utusan Allah itu seperti seekor anak domba yang ada di tengah-tengah serigala. Menjadi mitra Allah bisa membuat hidup kita terancam. Hidup dalam kepungan bahaya.
Sudah begitu, masih juga dilarang membawa bekal makanan, minuman, pakaian, kasut. Menjadi mitra Allah koq malah kita ada dalam ketidakpastian akan jaminan pemenuhan kebutuhan dasariah kita. Ini membuat kita semakin tidak yakin bahwa menjadi mitra Allah akan membahagiakan kita!
Dalam keadaan yang serba sulit itu, seorang mitra Allah malah dituntut untuk memberi damai sejahtera terlebih dahulu bagi orang lain dan bukan meminta-minta dari orang lain.
Dimana kebahagiaannya? Bahagia-nya adalah ketika kita menerima pengutusan itu sendiri! Diutus artinya dipercaya Allah! Karena itu Rasul Paulus mengatakan bahwa upah yang dia terima dari pemberitaan Injil yang dia lakukan adalah boleh memberitakan Injil itu! Apalagi yang lebih membahagiakan kita daripada dipercaya oleh Tuhan? Kita yang tidak setia masih dipercaya untuk melakukan pekerjaan Allah yang mulia ini. Suatu penghargaan yang luar biasa.
Kebahagiaan lain adalah saat kita diundang untuk belajar mempercayakan hidup kita bukan pada hal duniawi (bekal makanan, minuman, pakaian dan kasut), tetapi kepada Tangan Pemeliharaan Allah sendiri.
Kebahagiaan yang ketiga adalah saat kita bisa menjadi mimikri, peniru Allah. Belajar untuk mendatangkan damai dalam kehidupan bersama sesama. Belajar untuk menjadikan diri kita sebagai sumber damai dan sumber sejahtera bagi keluarga, gereja dan masyarakat.
Kebahagiaan itu yang Tuhan beri itu tidak dapat diberikan dunia. Nah, apakah kita mau mengalami kebahagiaan sebagai mitra kerja Allah? Dnegarlah, Tuhan Yesus mengundang kita untuk menjadi pekerja di ladang yang siap dituai. Jangan menunda diri!
(Ringkasan kotbah Minggu, 4 Juli 2010, Pdt. Evelyne Yudiarti)
No comments:
Post a Comment