ANDALAN UTAMA DALAM HIDUP
Lukas 12:13-21
Mitos Yunani kuno tentang Sisyphus menggambarkan kepada kita pandangan orang Yunani tertentu tentang daur kehidupan manusia. Sisyphus seorang muda yang kaya tetapi culas, serakah, tamak, dan arogan. Demi pertambahan kekayaannya ia bisa membunuh siapa saja, termasuk saudaranya sendiri. Oleh para dewa dia dihukum mendorong sebongkah batu besar dari kaki satu gunung ke puncak gunung tadi. Dengan susah payah ia melakukannya setiap hari tetapi setiap kali pula bongkahan batu itu mencapai puncak maka para dewa mendorong batu itu kembali ke kaki gunung. Sisyphus harus mendorongnya, demikianlah berlaku seumur hidupnya. Siklus hidup, dalam kenyataannya, bukankah demikian? Sejak lahir ketidak-nyamanan, kesulitan, kesakitan, kerja keras, kegagalan menyertai kita. Memang kita bisa jadi kaya, sukses, berkuasa, jadi elit tetapi bukankah semuanya berakhir di tempat yang disebut pekuburan atau krematorium (murah atau mahal relatif). Hidup adalah sebuah absurditas – sesuatu yang tidak masuk akal. Sia-sia, kata pengkhotbah, dan mazmur hari ini. Orang kaya dalam perumpamaan Yesus juga hidupnya sia-sia.
Bagi Paulus iman kepada Kristus yang bangkit justru mampu membuat hidup ini bukan lagi sebuah absurditas belaka. Ada kebangkitan berarti ada masa depan. Karena masa depan itu maka hidup masa kini bukan suatu kesia-siaan. Jadi absurd kalau kita berlaku egoistik karena Tuhan punya paradigma yang berbeda. Kalau hidup itu diabdikan kepada Tuhan dan sesama manusia, maka orang akan menemukan dirinya sendiri. Ketika orang menujukan hidup kepada ‘perkara yang di atas’ maka hidup orang tadi menjadi bermakna, berguna, dan bermanfaat baik bagi Tuhan, orang lain, mau pun dirinya sendiri. Berikut bagian dari Surat Paulus yang menjadi bacaan hari ini yang dibahasakan ulang dalam bentuk yang positif.
Karena itu hidupkanlah dalam dirimu segala sesuatu yang sorgawi, yaitu
kesopanan,
kesucian,
pengendalian diri,
niat baik, dan
kemurahan hati
yang adalah penyembahan kepada Tuhan. Semuanya itu mendatangkan berkat Allah (bagi orang-orang benar). Sekarang kamu telah melakukan semua ini yakni
ramah,
pemaaf,
kebaikan,
perkataan yang benar,
perkataan yang membangun dari mulutmu, dan
kejujuran
karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus dibarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.
Oleh karena itu, sikap iman kita yang benar adalah :
1. Terima kenyataan hidup tanpa menjadi fatalistis.
2. Berhenti melakukan hal-hal yang orientasinya duniawi dan egois bahkan yang dilakukan dengan topeng kegiatan rohani yang sarat dengan pamrih.
3. Proaktif dan positif menunjukkan karakter Tuhan dalam kehidupan manusiawi kita.
(disarikan dari kotbah pdt. Samuel Santoso, tg. 1 Agustus 2010, pk. 08.00 oleh ss)
Lukas 12:13-21
Mitos Yunani kuno tentang Sisyphus menggambarkan kepada kita pandangan orang Yunani tertentu tentang daur kehidupan manusia. Sisyphus seorang muda yang kaya tetapi culas, serakah, tamak, dan arogan. Demi pertambahan kekayaannya ia bisa membunuh siapa saja, termasuk saudaranya sendiri. Oleh para dewa dia dihukum mendorong sebongkah batu besar dari kaki satu gunung ke puncak gunung tadi. Dengan susah payah ia melakukannya setiap hari tetapi setiap kali pula bongkahan batu itu mencapai puncak maka para dewa mendorong batu itu kembali ke kaki gunung. Sisyphus harus mendorongnya, demikianlah berlaku seumur hidupnya. Siklus hidup, dalam kenyataannya, bukankah demikian? Sejak lahir ketidak-nyamanan, kesulitan, kesakitan, kerja keras, kegagalan menyertai kita. Memang kita bisa jadi kaya, sukses, berkuasa, jadi elit tetapi bukankah semuanya berakhir di tempat yang disebut pekuburan atau krematorium (murah atau mahal relatif). Hidup adalah sebuah absurditas – sesuatu yang tidak masuk akal. Sia-sia, kata pengkhotbah, dan mazmur hari ini. Orang kaya dalam perumpamaan Yesus juga hidupnya sia-sia.
Bagi Paulus iman kepada Kristus yang bangkit justru mampu membuat hidup ini bukan lagi sebuah absurditas belaka. Ada kebangkitan berarti ada masa depan. Karena masa depan itu maka hidup masa kini bukan suatu kesia-siaan. Jadi absurd kalau kita berlaku egoistik karena Tuhan punya paradigma yang berbeda. Kalau hidup itu diabdikan kepada Tuhan dan sesama manusia, maka orang akan menemukan dirinya sendiri. Ketika orang menujukan hidup kepada ‘perkara yang di atas’ maka hidup orang tadi menjadi bermakna, berguna, dan bermanfaat baik bagi Tuhan, orang lain, mau pun dirinya sendiri. Berikut bagian dari Surat Paulus yang menjadi bacaan hari ini yang dibahasakan ulang dalam bentuk yang positif.
Karena itu hidupkanlah dalam dirimu segala sesuatu yang sorgawi, yaitu
kesopanan,
kesucian,
pengendalian diri,
niat baik, dan
kemurahan hati
yang adalah penyembahan kepada Tuhan. Semuanya itu mendatangkan berkat Allah (bagi orang-orang benar). Sekarang kamu telah melakukan semua ini yakni
ramah,
pemaaf,
kebaikan,
perkataan yang benar,
perkataan yang membangun dari mulutmu, dan
kejujuran
karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus dibarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.
Oleh karena itu, sikap iman kita yang benar adalah :
1. Terima kenyataan hidup tanpa menjadi fatalistis.
2. Berhenti melakukan hal-hal yang orientasinya duniawi dan egois bahkan yang dilakukan dengan topeng kegiatan rohani yang sarat dengan pamrih.
3. Proaktif dan positif menunjukkan karakter Tuhan dalam kehidupan manusiawi kita.
(disarikan dari kotbah pdt. Samuel Santoso, tg. 1 Agustus 2010, pk. 08.00 oleh ss)
No comments:
Post a Comment