Sunday, August 28, 2016

Ringkasan Khotbah - 21 Agustus 2016

TUHAN MELEPASKAN IKATAN PENGHAMBAT HIDUP
Lukas 13:10-17

Ini adalah kisah kedua dari tiga kisah (Lukas 6:6-11; 14:1-6) tentang penyembuhan pada hari Sabat yang dicatat Lukas. Para penulis Injil lainnya pun mencatat penyembuhan-penyembuhan lain pada hari Sabat yang dilakukan Yesus: Markus 1:21-28, Markus 1:29-31, Yohanes 5:1-18, Markus 3:1-6, Yohanes 9:1-16. Sebagaimana umumnya, karya Kristus menimbulkan kontroversi. Sedari awal Lukas telah mengangkat beragamnya tanggapan yang muncul terhadap karya Kristus (Lukas 4:16-30). Dengan kontroversi itu seolah-olah Lukas mengajak para pembaca untuk memilih cara yang ditempuh Yesus.
Dalam bagian pertama (ayat 10-13), dikisahkan seorang perempuan yang mengalami disabilitas selama 18 tahun, datang ke rumah ibadat saat Yesus mengajar pada hari Sabat. Menurut penalaran umum dan observasi medis pada zaman itu, perempuan itu dirasuk oleh roh. Ada “ikatan yang menghambat” hidup perempuan ini untuk dapat beraktivitas seperti orang kebanyakan. Lamanya “ikatan” yang dialami perempuan ini mengingatkan pada ikatan belenggu Israel yang dijajah Moab (Hakim-hakim 3:14), juga Filistin dan Amon (Hakim-hakim 10:8). Secara tidak langsung Lukas seolah-olah ingin menunjukkan bahwa ada karya restorasi dan kelepasan Allah di dalam Kristus yang sedang dinyatakan bagi Israel.
Disabilitas fisik ternyata tidak serta merta berekor pada disabilitas spiritual. Itu tidak dapat disangkali saat kita melihat perempuan ini hadir dalam kebaktian yang dipimpin Yesus. Tidak terungkap dalam teks apakah perempuan ini sedang mencari kesembuhan kepada Yesus. Kita justru menjumpai inisiatif datang dari Kristus. Ia melihat perempuan itu, berkata-kata, menjamahnya dan menyatakan dengan tegas bahwa ia sudah disembuhkan (apolelysai). Karya kelepasan dari Allah, nyata hadir melalui Kristus. Perempuan itu berdiri tegak dan memuliakan Allah. Jemaat yang ikut kebaktian saat itu pun ikut bersukacita (ayat. 17).
Namun, tanggapan perempuan dan jemaat, bertolak belakang dengan tanggapan kepala rumah ibadat. Ia gusar dan merasa perlu, penting dan segera untuk menegaskan 6 hari lain selain Sabat untuk penyembuhan itu (ayat 14). Yesus pada sisi lain, merasa perlu, penting dan segera untuk menegaskan bahwa kelepasan dari Allah harus dinyatakan tanpa ditunda-tunda (ayat 16). Bagi Kristus, kasih kepada orang harus lebih besar ketimbang tata kelola. Belas kasihan harus menjadi penuntun. Kebaikan jangan ditunda. Kemunafikan harus disingkirkan.
Tidak jelas apa yang menjadi tanggapan dari kepala rumah ibadat itu selepas tanggapan keras Yesus dan relasi sukacita dari segenap jemaat saat menyaksikan kelepasan perempuan dengan disabilitas itu. Mungkin begitulah gaya Lukas. Kadang ia membuat cerita tetap terbuka. Mirip si sulung yang “hilang di dalam rumah” dalam perumpamaan anak yang hilang. Seolah-olah ia ingin menghadap-muka-kan sosok kepala rumah ibadat yang (bolehlah kita katakan) mengalami “disabilitas spiritual belas kasihan” dengan para pembacanya. Apakah kepala rumah ibadat itu pun mau dilepaskan Kristus dari disabilitas spiritualnya?

 (Diambil dari buku Dian Penuntun edisi 22 hal. 138-139)


No comments:

Followers

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda


Kami Kerjalayan Kesehatan Anda

Kami Kerjalayan Kesehatan Anda