TUHAN MELEPASKAN
IKATAN PENGHAMBAT HIDUP
Lukas 13:10-17
Ini adalah kisah kedua dari tiga kisah (Lukas 6:6-11; 14:1-6)
tentang penyembuhan pada hari Sabat yang dicatat Lukas. Para penulis Injil lainnya pun mencatat
penyembuhan-penyembuhan lain pada hari Sabat yang dilakukan Yesus: Markus
1:21-28, Markus 1:29-31, Yohanes 5:1-18, Markus 3:1-6, Yohanes 9:1-16.
Sebagaimana umumnya, karya Kristus menimbulkan kontroversi. Sedari awal Lukas
telah mengangkat beragamnya tanggapan yang muncul terhadap karya Kristus (Lukas
4:16-30). Dengan kontroversi itu seolah-olah Lukas mengajak para pembaca untuk
memilih cara yang ditempuh Yesus.
Dalam bagian pertama (ayat 10-13),
dikisahkan seorang perempuan yang mengalami disabilitas selama 18 tahun, datang
ke rumah ibadat saat Yesus mengajar pada hari Sabat. Menurut penalaran umum dan
observasi medis pada zaman itu, perempuan itu dirasuk oleh roh. Ada “ikatan
yang menghambat” hidup perempuan ini untuk dapat beraktivitas seperti orang
kebanyakan. Lamanya “ikatan” yang dialami perempuan ini mengingatkan pada
ikatan belenggu Israel yang dijajah Moab (Hakim-hakim 3:14), juga Filistin dan
Amon (Hakim-hakim 10:8). Secara tidak langsung Lukas seolah-olah ingin
menunjukkan bahwa ada karya restorasi dan kelepasan Allah di dalam Kristus yang
sedang dinyatakan bagi Israel.
Disabilitas fisik ternyata tidak serta
merta berekor pada disabilitas spiritual. Itu tidak dapat disangkali saat kita
melihat perempuan ini hadir dalam kebaktian yang dipimpin Yesus. Tidak
terungkap dalam teks apakah perempuan ini sedang mencari kesembuhan kepada
Yesus. Kita justru menjumpai inisiatif datang dari Kristus. Ia melihat
perempuan itu, berkata-kata, menjamahnya dan menyatakan dengan tegas bahwa ia
sudah disembuhkan (apolelysai). Karya
kelepasan dari Allah, nyata hadir melalui Kristus. Perempuan itu berdiri tegak
dan memuliakan Allah. Jemaat yang ikut kebaktian saat itu pun ikut bersukacita
(ayat. 17).
Namun, tanggapan perempuan dan jemaat,
bertolak belakang dengan tanggapan kepala rumah ibadat. Ia gusar dan merasa
perlu, penting dan segera untuk menegaskan 6 hari lain selain Sabat untuk
penyembuhan itu (ayat 14). Yesus pada sisi lain, merasa perlu, penting dan
segera untuk menegaskan bahwa kelepasan dari Allah harus dinyatakan tanpa
ditunda-tunda (ayat 16). Bagi Kristus, kasih kepada orang harus lebih besar
ketimbang tata kelola. Belas kasihan harus menjadi penuntun. Kebaikan jangan
ditunda. Kemunafikan harus disingkirkan.
Tidak jelas apa yang menjadi tanggapan dari
kepala rumah ibadat itu selepas tanggapan keras Yesus dan relasi sukacita dari
segenap jemaat saat menyaksikan kelepasan perempuan dengan disabilitas itu.
Mungkin begitulah gaya Lukas. Kadang ia membuat cerita tetap terbuka. Mirip si
sulung yang “hilang di dalam rumah” dalam perumpamaan anak yang hilang.
Seolah-olah ia ingin menghadap-muka-kan sosok kepala rumah ibadat yang
(bolehlah kita katakan) mengalami “disabilitas spiritual belas kasihan” dengan
para pembacanya. Apakah kepala rumah ibadat itu pun mau dilepaskan Kristus dari
disabilitas spiritualnya?
(Diambil
dari buku Dian Penuntun edisi 22 hal. 138-139)
No comments:
Post a Comment