Baptisan Yesus
Kata
“baptizo” dalam bahasa Yunani punya beberapa arti yakni memasukkan ke dalam cairan, mencelupkan,
membasuh, dan mencuci. Jadi ada unsur “yang dimasukkan ke dalam” dan unsur itu
“dipengaruhi”oleh cairan yang ke dalamnya benda itu dicelupkan entah seluruhnya
atau sebagian.
Kalau
Yesus menjalani ritus pembaptisan pada
bagian awal masa Dia harus mulai berkarya sebagai inkarnasi dan utusan Tuhan,
Beliau menjani upacara agamawi yang menjadi proklamasi yang diwujudkan dengan
satu tindakan simbolik pembaptisan bahwa Yesus sungguh-sungguh masuk ke dalam
hidup manusia yang duniawi sepenuhnya. Beliau , Allah, yang mengambil bentuk
dan menjadi sama dengan manusia seutuhnya.
Tindakan ini dirumuskan oleh Ibrani 4:15 sbb.
“Sebab Imam Besar yang kita punya bukanlah Imam Besar yang
tidak dapat ‘turut merasakan’ (sympathesai) kelemahan-kelemahan kita,
sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.
Tuhan Yesus tidak hanya menyatakan ‘bisa mengerti
dan memahami’ kondisi dan pergumulan-pergumulan jatuh bangun manusiawi – sikap
empatik – tetapi Beliau, sendiri, masuk ke dalamnya dan berada di sana sebagai
seorang manusia pada zamannya serta merasakan sendiri semua yang dialami oleh
manusia – senang susah, sejahtera menderita, dll – sepenuhnya. Hanya satu yang
menjadi pembeda antara Beliau dengan kita yakni bahwa menghadapi dan mengalami
hidup yang sama seperti kita Dia tidak berbuat dosa!
Kalau Beliau masuk dalam kehidupan manusia duniawi
sepenuhnya, rasanya ada dua sikap yang dilakukan Beliau secara konsisten dan
konsekuen seumur hidupnya.
Yang positif. Kehidupan, karakter, sifat, dan karya
Beliau menghadirkan tindakan Allah yang menyelamatkan dan mendatangkan damai
sejahtera. Sifat welas asih, ramah, menghargai dan menghormati manusia sebagai
manusia, bersedia bergaul dengan siapa saja, berlaku adil, bersikap benar
dengan ikhlas dan rela adalah sedikit dari hal-hal positif yang diwujudnyatakan
dalam hidup duniawi Tuhan kita Yesus Kristus seumur hidupnya.
Yang negatif. Beliau bisa menahan diri dan
menyangkal diri supaya rencana keselamatan Bapa-Nya bisa diwujudnyatakan dengan
lengkap. Beliau mampu mengekang diri untuk tidak menggunakan kekuasaan dan
kekuatan yang Beliau miliki untuk hal-hal yang egoistis dan egosentris. Beliau
bahkan bersedia mengorbankan diri dan hidupnya sampai mati demi terlaksananya
kehendak luhur Sang Bapa untuk menyejahterakan dunia ini berserta isinya.
Keseluruhan dan keutuhan hidup Yesus sebagai
manusia zamannya – yang dilambangkan dengan pembaptisan Beliau oleh Yohanes –
biasa disebut sebagai ‘Peristiwa Yesus Kristus”
Peristiwa Yesus Kristus bukan hanya cerita tentang penderitaan,
kesengsaraan, dan kematiannya saja tetapi meliputi seluruh rentang kehidupan
Beliau mulai dari lahir sampai nanti Beliau akan datang kembali, entah kapan.
Kalau begitu apa kaitan Peristiwa Yesus Kristus ini
dengan Perjamuan Kudus yang diselenggarakan oleh gereja sekarang? Perjamuan
Kudus mau menghadirkan kembali Peristiwa Yesus Kristus itu dalam satu aktivitas
yang menggambarkan pemberian diri Yesus yang total dan utuh itu, dalam simbolik roti dan anggur, serta pengaruh yang
diharapkan bagi para pengikut-Nya (baca: gereja) pada masa kini. Jadi ada
proses memorisasi – mengingatkan ulang – peristiwa karya kasih Kristus yang
kekal bagi geraja-Nya. Dia sendiri, secara faktual hadir dalam Roh-Nya yang
Kudus yang tidak kasat mata. Formulir Liturgis Perjamuan Kudus menyatakan hal
itu dalam rumusannya :
Saat ini kita hadir dalam peristiwa karya kasih Allah yang menyelamatkan
dunia. kelahiran dan kehidupan Kristus, Anak-Nya, di antara manusia, pembaptisan-Nya, perjamuan malam terakhir
bersama murid- murid-Nya, dan
kematian-Nya.
Kita memberitakan kebangkitan Kristus dan kenaikan-Nya ke sorga dalam
kemuliaan di mana Ia berdoa bagi dunia.
Kita merindukan kedatangan Kristus kembali pada akhir zaman untuk
menggenapi segala sesuatu.
Maka sebagai persekutuan yang disatukan, dengan dan dalam Kristus, kita
mengingat pengurbanan Kristus yang menyelamatkan, yang dikaruniakan kepada umat manusia di
semua tempat.
Dampak yang diharapkan.
Semangat dan spiritualitas Kristus itu merasuki
diri para pengikut-Nya (baca: gereja-Nya) dan mempengaruhi perilaku
etis-moral-akhlak mereka secara lebih baik dan lebih bersungguh-sungguh mereka
untuk kehidupan kongkret demi dunia ini yang lebih baik dan lebih selamat.
(Disarikan dari khotbah Pdt. Em. Samuel Santoso pada Kebaktian Umum 08
Januari 2017 pk. 08.30 oleh ss)
No comments:
Post a Comment