MENGALAHKAN KEKERASAN DENGAN KELEMBUTAN
(Matius 26:11-18)
Apakah
Yesus menyambut dengan antusias elu-eluan masa rakyat pada waktu Ia masuk ke
kota suci Yerusalem yang kita peringati sebagai Minggu Palmarum sekarang? Saya merasa tidak antusias bukan hanya karena
Dia pasti tahu semua motif salah yang ada pada para pengelu ini yang egois ini.
Dia tahu mereka akan menjadikannya Mesias dan Raja seperti yang mereka pikirkan
dan mereka impikan selama ini. Yesus menjadi raja atas sebuah kerajaan yang
jaya seperti Daud, kakek moyangnya dulu. Mereka juga adalah ‘floating mass’ – masa mengambang – yang
bergantung pada angin lebih keras yang bertiup. Tetapi lebih daripada motif
massa rakyat godaan paling berat adalah provokasi sejenis yang muncul nyaris
seumur hidupnya. Provokasi berat untuk MENGGUNAKAN KEKUASAAN DAN KEKUATAN YANG
DIA MILIKI DAN SADARI UNTUK KEPENTINGAN YANG EGOIS SIFATNYA. Formula ‘jika kamu
anak Allah .....” Yesus sendiri sangat
sadar bahwa dia memiliki kekuasaan dan kekuatan hebat dan luar biasa itu. Dia
bisa menyuruh bangun orang lumpuh, mencelikkan mata orang buta, memberi makan
lima ribu orang dari lima roti dan dua ikan, menyuruh teduh angin topan, dan
membangkitkan orang mati! Wow ... Tetapi jelas sekali di sana bahwa kekuatan
dan kekuasaan hebat itu hanya dipakai-Nya untuk melaksanakan
keinginan-keinginan Bapa-Nya semata-mata untuk menyatakan kasih ilahi dalam
bentuk yang kongkret tetapi bukan untuk kehendak dan kepentingan diri sendiri
sama sekali!
Elu-eluan
masa rakyat “Hosana, hosana!” sambil menghamparkan pakaian mereka di tanah
supaya keledai yang ditumpangi Yesus lewat di atasnya sangat atraktif dan
ternyata kemudian segera berubah ‘salibkan Dia, salibkan Dia’ ! Yesus
menampilkan diri sebagai Sosok yang teguh, tegar, dan tegas. Ia mampu menguasai
dan mengendalikan diri-Nya sepenuhnya untuk tidak menggunakan kekuasaan dan
kekuatan hebat itu sekali lagi, secara egois! Berhadapan dengan Pilatus, sang
wali negeri itu, pun Ia tetap konsisten dengan sikapnya ini. Tidak berbicara,
tidak membela diri, tidak menghiba-hiba minta dibebaskan dan diam, selama
percakapan tentang dirinya sendiri. Sebuah sikap diam yang sangat aktif. Tetapi
Ia berbicara kalau itu berkaitan dengan tugas utamanya sebagai anak Allah
sebuah sikap yang, bagi Pilatus, tidak bisa dimengerti! Dia menunjukkan bahwa
Ia hidup menomorsatukan Bapa-Nya yang ingin menyejahterakan manusia dan dunia
ini.
Sikap
‘diam’ dan ‘mengorbankan kepentingan sendiri’ Yesus mau mematahkan mata rantai
kekerasan yang mejadi salah satu bentuk kelihatan dari cengkeraman kuasa dosa
atas hidup manusia yang cenderung mengorbankan orang lain. Lemah lembut tidak
berarti tidak punya prinsip, atau lemah tidak berdaya karena lemah lembut punya
sisi lain dari tegas, dan kukuh yakni liat, tidak gampang patah (semangat).
Berbahagialah
kita memiliki Junjungan semacam ini. Kita mesti belajar dari-Nya untuk juga
menjalaninya.
(disarikan dari kotbah Pdt. Em. Samuel Santoso,
minggu 9 April 2017 oleh ss)
No comments:
Post a Comment