Allah
Hadir Untukmu
Matius 14:22-33
Orang Yunani Romawi
menggambarkan dewa dewi mereka secara paradoksal. Mereka digambarkan persis
seperti manusia pada umumnya, punya ambisi, suka mencinta tetapi juga membenci,
saling bersaing, bisa juga baku bunuh. Masing-masing punya kawasan
kekuasaannya. Meski pun digambarkan seperti layaknya manusia, mereka tidak
punya sangkut paut dengan manusia. Mereka jauh di kawasan yang tidak terhampiri
manusia.
Salah satu dewa Romawi,
FATA, adalah dewa yang punya kekuasaan dan otoritas mutlak untuk menentukan
garis hidup manusia. Dia seperti seorang programer pembuat robot yang begitu
berkuasa menentukan ‘spek’ dari si robot. Seperti apa maunya demikianlah robot
ini menjalaninya nanti. Si robot, betapa pun canggihnya, tidak bisa mengatur
dirinya sendiri sama sekali. Si programer sesudah menentukan ‘garis nasib’ sang
robot juga ‘tidak peduli’ pada si robot lagi. Dewa ‘penentu garis nasib
manusia’ juga seperti si programer ini. Ia menentukan baik buruk, untung
malang, bahagia menderita, selamat celaka manusia dan sesudah itu dia tidak
peduli lagi. Tinggal manusia menjalani ‘garis nasib’ itu tanpa berdaya
mengubahnya. Sang Penentu nasib, jauh di atas sana tidak punya urusan lagi dengan manusia. Dia tidak punya hati,
tidak bisa merasa iba atau berbelaskasih kepada mereka yang nasibnya celaka.
Dewa Fata sikapnya dingin setelah menentukan ‘fatum’ (=nasib) manusia.
Allah yang diperkenalkan
Alkitab tidak demikian. Betul, Dia Mahapencipta yang Mahakuasa atas kehidupan
alam semesta ini termasuk manusia tetapi Dia tidak acuh tak acuh atau cuek. Ia
hangat, punya hati, bisa merasa iba, punya rasa cemburu dan bisa marah tetapi
memiliki pengendalian diri yang sempurna. Dia bisa menyesal bila mengambil satu
keputusan yang terasa mengancam manusia tetapi tetap bersikap tegas! Tuhan
semacam ini tidak hanya punya sifat-sifat yang luhur manusiawi semacam itu
tetapi konsekuen dengan ... mewujudnyatakannya. IA HADIR UNTUK MANUSIA DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA. Ketika Ia melihat orang-orang Ibrani itu ditindas oleh
Firaun, Ia peduli, mendengar, berbelas-kasih dan ‘turun’ (Kel 3:7-8) lalu
membebaskan mereka. Surat Ibrani 4:15 mendefinisikan tentang Imam Besar, yang
adalah Yesus Kristus sendiri, bahwa Dia ikut merasakan kelemahan-kelemahan
manusiawi kita sepenuh-penuhnya dengan pembedanya hanya satu bahwa Ia tidak
berdosa! Kata yang dipakai di sini ‘sympathesai’
– simpati bukan hanya bisa mengerti dan memahami tetapi sendiri turut merasakan
bahkan hal-hal yang buruk sekali pun. Yesus memang menjadi personifikasi dari
KEHADIRAN ALLAH YANG BERKARYA DEMI KEBAIKAN HIDUP MANUSIA.
Kisah tontontan teatrikal
yang disaksikan oleh nabi Elia di bukit Horeb (1Raj 19:11-12) dalam kondisi
emosinya yang sedang jatuh, merasa frustrasi, dan sendirian tetapi ketakutan
mengajarkan kepada kita dinamika cara Allah hadir dan bekerja dalam kehidupan
umatnya. Tidak selalu dengan tindakan-tindakan yang spektakuler bombastis
tetapi juga dalam hening, segar dan senyap (dan memang lebih banyak yang
demikian). Dia tidak selalu hadir dalam bentuk ‘berjalan di atas air’ secara
ajaib Mat 14:22-33) tetapi juga, pada cerita yang mirip, ketika Ia tidur di
buritan saat perahu murid-murid-Nya diterpa badai dan hampir tenggelam pun (Mat
8:23-27). Seolah Yesus berkata:”Jika kamu percaya penuh kepada-Ku, bahkan Aku
tidur pun di perahu kehidupanmu, kamu bisa berlayar dengan selamat sampai ke
tujuan!” Kenapa bisa. Karena Dialah yang menyuruh kita mendayungkan perahu
kehidupan kita ke seberang, Dia menjamin keselamatan kita. Dia hadir dan
berbuat, percayalah!
(disarikan dari khotbah Pdt. Em.
Samuel Santoso Minggu, 13 Agustus 2017 oleh ss)
No comments:
Post a Comment