MENOLAK DIAM
Menegur dengan benar dan
bijaksana orang yang bersalah bukanlah sebuah tindakan yang mudah dilakukan.
Dalam banyak kasus terbukti bahwa sahabat yang dekat sekali pun sering merasa sungkan
atau enggan dimintai tolong untuk menegur sang teman karib yang sudah melakukan
kesalahan fatal dan berada dalam bahaya. Biasanya orang takut kalau yang
ditegur tidak terima, takut disalahkan, kuatir persahabatan jadi berantakan
sampai alasan, yang nampaknya sangat saleh, bukankah kita ini juga orang yang
berdosa!
Bagi umat Tuhan, ‘menegur
orang yang berdosa’ itu bukan soal saya mau melakukan atau tidak mau melakukan
tetapi perkara yang wajib dan harus dilakukan, karena Tuhan sendiri yang
memerintahkannya. Tindakan menegur orang yang berdosa tentu tidak
secara sembarangan tetapi sesudah semua masalah yang berdampak
buruk bagi pribadi yang bersangkutan, bagi keluarga, bagi gereja, dan bagi
kesejahteraan dan kedamaian masyarakat luas serta sudah dipastikan kebenarannya
jadi bukan hanya berdasarkan prasangka. Tindakan menegur juga mesti didului
dengan memastikan bahwa tindak menegur yang dilakukan itu bermotif tunggal
‘kasih’, tidak berdasar rasa iri atau dengki atau hal-hal lain yang egois
sifatnya lalu dilakukan dengan cara yang terhormat, bijaksana meski pun tegas.
Menegur tidak dalam rangka menjatuhkan nama baik atau menghancurkan kehidupan
tetapi justru supaya keselamatan dan kesejahteraan dari Tuhan bisa
diwujudnyatakan meski pun orang bisa berdosa. Bagi umat Allah kesertaan dalam
karya Allah ‘menegur umat yang berdosa’ bersangkut paut dengan kualitas iman
orang yang bersangkutan. Umat diikut sertakan bukan utamanya karena sang
penegur lebih suci atau lebih baik daripada yang ditegur tetapi Tuhan memberikan
kepercayaan dan tanggungjawab umat terhadap sesamanya (jadi salah satu bentuk
persekutuan) tetapi sekaligus membawa kehormatan Tuhan dalam karya ini.
Selamat melaksanakan kehormatan
dari Tuhan ini sebagai jemaat-Nya yang dewasa dan matang. Tuhan, oleh kuat
kuasa dan hikmat dari Roh Kudus akan menyertai kita.
(disarikan dari khotbah Pdt. Em. Samuel
Santoso, 10 September 2017 oleh ss)
No comments:
Post a Comment